Minggu, 28 Februari 2016

SLEEPOVER



SLEEPOVER
Penulis:  Nathalia Theodora
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: 2015
173 Halaman

BLURB
Hanna yang baru pulang les bersama pacarnya, Edward, dihadang oleh preman, dan sebagai akibatnya Edward ditusuk hingga meninggal.
Dua tahun kemudian, Hanna mengadakan acara menginap bersama dengan ketiga temannya---Erin, Jill, dan Sharon.
Acara menginap mereka yang awalnya seru mendadak berubah menjadi mimpi buruk, ketika listrik padam dan seorang penyusup meneror mereka. Selama semalaman mereka berusaha melarikan diri dari penyusup itu, sampai kemudian satu demi satu teman-teman Hanna menghilang.
REVIEW
            Dimulai dari kover, kemudian sinopsis yang seru. Berlanjut pada nama pengarang. Satu paket yang menjadikan novel ini masuk dalam perburuan saya. Tentang pengarangnya, bukan karena saya mengenalnya. Nama ini baru bagi saya. Celakanya, saya kira novel ini terjemahan karena nama pengarangnya. Saat membuka bukunya, ternyata penulis novel ini adalah asli Indonesia. Oh, tidak berarti saya kecewa. Jujur, saya jarang membaca novel misteri dari penulis lokal.
            Jill, Erin, dan Sharon adalah sahabat Hanna. Suatu hari, mereka memutuskan akan menginap bersama. Hal lumrah yang biasa dilakukan cewek pada umumnya ya, kan? Hanna bisa membayangkan keseruan yang akan terjadi saat mereka berkumpul malamnya.
            Harusnya, ini cerita misteri yang amat mendebarkan kalau lagi-lagi tangan saya tidak usil mengintip beberapa halaman menuju ending. Ada sebuah pengungkapan yang menjadi rantai dari misteri. Seperti novel lainnya, saya meninggalkan novel ini dulu. Hingga saya akhirnya menarik dari tumpukannya.
            Keseruan cerita ini langsung terasa di awal sejak mereka memulai acara menginap bersama. Sesi saling curhat, makan-makan, dan tur keliling dari pemilik rumah. Semuanya dilakukan dengan candaan hingga firasat aneh yang dirasakan Hanna saat memulai bermain petak umpet. Ada sesosok bayangan di luar rumah. Dan jejak kaki di lantai bawah. Namun, semua sirna karena Hanna tidak mengacuhkannya. Puncaknya, saat listrik mendadak padam. Seorang teman berniat mengecek di lantai bawah, sisanya menunggu di dalam kamar. Akan tetapi, setelah bermenit-menit, tidak ada tanda-tanda Sharon kembali. Hanna, Jill, dan Erin mulai khawatir. Mereka kompak memeriksa ke lantai bawah. Sharon tidak ditemukan, sebagai gantinya, seorang di antara mereka menjerit histeris. Ada tetesan darah di lantai. Di saat mereka panik, mereka kembali ke kamar. Ada beragam spekulasi yang bermunculan salah satunya mungkin teror dari lelaki yang pernah menghantui masa lalu Sharon.
            Membaca novel ini, saya ingat perasaan mencekam ketika menonton film-film horor. Sungguh mendebarkannya. Apalagi, ketika Jill akhirnya ikut menghilang. Tersisa Hanna dan Erin. Tanpa ponsel mereka yang juga hilang, mereka tidak bisa menghubungi siapapun.
            Meski ada sosok yang mungkin jadi pelakunya, saya tetap menebak-nebak siapa gerangan pelakunya. Biasanya, sih, dari tayangan di tivi-tivi, pelakunya pasti salah seorang di antara mereka yang terlibat acara menginap itu. Dan puncaknya, hanya Hanna yang tersisa. Erin yang kakinya tergelincir di tangga, pun ikut menghilang. Saat Hanna berusaha keras menghadapi teror itu, dia akhirnya mengetahui fakta. Apa yang terjadi malam ini memiliki kaitan erat dengan masa lalunya, ketika Edward mati terbunuh, salah seorang yang mencintainya memendam dendam untuk Hanna. Dan, malam itulah saatnya.
            Petualangan dalam semalam di sebuah rumah yang listriknya padam. Penulis mampu membuat pembaca merasakan teror yang dialami tokoh-tokohnya. Kecuali, mungkin adegan mati lampunya, masih kurang greget menurut saya. Di dalam kepala saya, mereka saling kejar-kejaran dengan lampu menyala. Mungkin, saya gagal mengimajinasikan kali ya. Lol :D
Ya, saat itu, kan, mati lampu. Entah di kepala saya, kok, aksi teror saat mati lampunya belum sepenuhnya wah.
            Beruntung, tokoh utamanya selamat. Tapi, kok endingnya agak gantung ya. Semoga masih ada kelanjutan Hannah deh. Di akhirnya, seorang yang membantu tidak merasa bersalah sedikitpun, malah menampakkan keyakinan akan dendam yang belum terbayarkan.
            Satu jempol deh but penulis ini. Karena novelnya, saya berniat memburu novel lainnya. Semisal Bad Boys, kayanya juga seru tuh.
***

Jumat, 29 Januari 2016

REMEDY






REMEDY
Penulis: Biondy Alfian
Penerbit: Ice Cube
Cetakan Pertama, Februari 2015
209 Halaman



BLURB



“Lo yang nemuin dompet gue, kan?”
“Ya,” jawabku.
“Berarti lo sudah lihat semua isinya?”
“Ya,” jawabku lagi.
“Berarti lo sudah . . .”
“Melihat kedua KTP-mu?” tanyaku. “Sudah.”
Navin menarik napas panjangnya. Kedua matanya melotot padaku.
Rahangnya tampak mengeras.
            Ada yang aneh dalam diri Navin, si anak baru itu. Tania tidak sengaja menemukan dompet Navin di tangga sekolah dan melihat di dalamnya ada dua KTP dengan data-data yang sama, hanya berbeda nama. Satunya tertera nama Navin Naftali, satunya lagi tertera nama Budi Sanjaya. Selain itu, ternyata Navin sudah berumur 20 tahun. Apa yng dilakukan seorang pria berusia 20 tahun di SMA? Sebagai seorang murid pula. Tania memutuskan untuk mencari tahu kebenaran tentang identitas ganda Navin. Sementara itu, Navin juga penasaran dengan sosok Tania yang kini mengetahui rahasianya. Karena sepertinya gadis penyendiri itu punya rahasia yang lebih besar darinya.
REVIEW
            Suatu kebetulan atau kesialan bagi Navin a.k.a Budi Sanjaya, Tania menemukan dompetnya yang terjatuh, yang menguak sedikit misteri tentang lelaki itu. Tania yang khawatir terhadap identitas lelaki itu, secara diam-diam mengembalikan dompetnya. Dan pada saat bersamaan, Navin tahu, dompet yang menyimpan rahasianya diketahui oleh seorang siswi di sekolahnya. Mau tak mau, Navin berusaha mencari Tania. Ketika mereka kembali bertemu, Navin sempat mengancam Tania apabila membeberkan fakta yang diketahuinya. Akan tetapi, tindakan itu malah tidak membuahkan hasil. Sebagai gantinya, Navin berusaha bersikap ramah pada Tania. Jika Tania sampai membocorkan rahasianya, ini berarti malapetaka untuk Navin.
Mmm, dua bulan saya menunda novel ini untuk dibaca. Ini kebiasaan buruk, sih. Saat melahap novel, saya akan mengintip beberapa halaman, hanya sekadar memastikan keseruannya sesuai ekspektasi saya. Sialnya, saya harus menelan kekecewaan saat beberapa kali mengintip ceritanya. Saya kurang oke dengan konflik dan narasinya. And, some days ago, I tried to read it again. Just spending a useless time. And guess what? Kontan saja, saya mengikuti alurnya tanpa banyak protes. Tidak mencoba mencari kesalahan-kesalahan yang dibuat penulis saat membacanya.Well, saya tidak bisa berkata saya tidak terhibur dengan konflik yang dihadirkan penulis dalam ceritanya.
Suatu ketika, Viki teman sekelas Tania, meminta Tania maupun Navin bergabung dengan kepanitian PORSENI. Sebuah kegiatan yang kemudian mendekatkan mereka. Viki yang misinya agar bisa pedekate dengan Navin. Lalu, Navin yang berharap tetap terus mengawasi agar Tania tidak membocorkan rahasianya. Cara yang sepertinya salah dilakukan Navin. Sebab, Tania adalah siswi pendiam dan penyendiri. Viki dan Navin-lah yang kemudian pertama kali disapa teman bagi Tania.
Saya tidak butuh waktu yang lama menyelesaikan novel ini. Bukan karena saya terpaksa menyelesaikannya sesegera mungkin melainkan saya larut dalam kisahnya. Oke, kejutannya mungkin berkurang karena saya mengintip endingnya duluan. Mengintip bab-bab lain yang menyimpan misteri Navin dan Tania yang belum saatnya dibeberkan. But, membaca mulai dari awal novel ini sama sekali tidak memberikan efek bosan pada saya.
            Saya dibuat tersentuh dengan konflik masing-masing tokoh. Terutama kondisi Tania yang membuat saya merinding, seolah sayalah yang merasakan bagaimana saat pisau tajam disayat di kulit. Karena tindakan bejat ayahnya, membuat Tania melakukan hal tersebut. Dengan cara menyakiti diri sendiri, maka perasaan kecewa dan sakit hatinya terobati. Ah, tapi menyakiti diri bukanlah cara yang tepat, kan, apalagi sampai menyayat kulit :3
            Dan Ada Viki, seorang teman yang mendadak menjadi sahabat untuk Tania. Padahal, saya sempat mengira Viki akan jengkel atau bagaimana karena kedekatan Tania dan Navin.
             Saya prihatin akan Tania. Sayangnya, tidak berlaku sama untuk Navin. Ini yang mungkin kurang bagi penulis. IMHO lho ya, penulis tidak mengeksplor karakter Navin, sehingga saya tidak mendapat kesan apa-apa selain Navin adalah lelaki yang berusaha kuat mengubur masa lalu. Dan endingnya, kok dibikin seperti itu. Entah saya yang agak telmi kali ya menjabarkan ending yang tepat untuk Navin dan Tania.
            Omong-omong, kover novelnya manis. Navin dan Tania yang bergandengan, tapi saling berlawanan. Saya harus meralat lagi ungkapan saya dulu, kalau membeli novel ini tidak membuat pembaca kecewa.

Selasa, 19 Januari 2016

SELALU DENGANMU



Penulis: Kamal Agusta
Penerbit: Media Pressindo
212 halaman
BLURB
Wanita itu tetap bungkam. Dibukanya lagi kartu di tangannya, lalu dibacanya lebih teliti.
Busana yang kaurancang selalu cantik.
Tapi, bagiku kalu lebih cantik
Karena, kaulah sumber kecantikan itu.
-Malaikatmu-
Detik itu juga jantung wanita itu berpacu cepat. Sangat cepat. Sampai-sampai ia merasa jantungnya akan meledak. “Dia ada di sini... dia melihat pergelaran busanaku...”
*
Prada, Gucci, Louis Vuitton
Khatalina benci harus say goodbye kepada merek-merek itu. Tidak cuma kebiasaannya memborong barang-barang branded, impiannya untuk mempunyai merek fashion yang mendunia rasanya juga hampir karam. Papanya sudah tidak bisa lagi mensuplai segala kebutuhannya. Ia bahkan terancam berhenti kuliah.
Ini tidak bisa dibiarkan! Kathalina harus segera menyelamatkan impiannya. Seandainya bisa, ia ingin memohon pada Tuhan untuk menyisakan satu saja malaikat-Nya. Malaikat yang akan mengusap air matanya saat dunia sedang bersikap jahat.
***
REVIEW
            Saat mimpimu kian menjauh, apakah kau akan tetap mengejar atau justru melepasnya? Mengikuti kisah Kathalina dalam novel ini, maka kau akan menemukan jawabannya.
            Secara tiba-tiba, dunia Kathalina berubah drastis. Segala hal yang diingininya tidak lagi mudah diraih. Satu-persatu, sahabat maupun kekasihnya seakan tidak berpihak dengannya. Kebahagiaannya lenyap semenjak keluarganya mengabarkan bencana yang menimpa mereka.
            Dan kehilangan yang paling besar, bukan saat dia tidak lagi bisa berbelanja barang kesukaannya, melainkan sewaktu impiannya nyaris lenyap.
            Masalah keuangan keluarga Kathalinalah yang menyeretnya pada kondisi paling menyakitkan. Maka, Kathalina berusaha keras agar bisa berjuang di kota besar seperti Milan agar cita-citanya tak mesti berakhir.
            Penulis mengambil setting di Italia, tepatnya di Milan. Dengan deskripsi yang menarik, penulis mampu mengajak pembaca masuk dalam suasana kota tersebut. Sayang, makin lama, deskripsinya tidak lagi terasa seperti di awal-awal. Seperti Paris, saya juga berharap tidak hanya disuguhkan dengan setting memikat kota Milan, tapi dikenalkan corak khas atau busana yang menjadi tren di sana, tetapi sepertinya tidak banyak disinggung penulisnya.
            Konsep ceritanya bagus, yang kurang mungkin pada karakter tokoh ceweknya. Meskipun punya tekad kuat, saya tetap saja memandangnya lembek. Jujur, saya agak kurang suka dengan cewek yang keseringan nangis di dalam sebuah cerita. Untungnya, penulis menghadirkan tokoh lain yang mampu membuat Kathalina menjadi kuat, Daniele. Mungkin ini kenapa Kathalinanya dibuat sering nangis kali ya supaya peran Daniele penting di sini.
            Daniele adalah cowok yang ditemui Kathalina saat Kathalina nangis memikirkan hidupnya di negeri orang. Dengan uang yang kian menipis dan terancamnya berhenti kuliah, Kathalina terus-terusan sedih-well, kalo saya di posisi Kathalina, sih, mungkin yang paling parah itu meraung-raung kali ya, hehehe. Pertemuan mereka bisa dibilang aneh juga memalukan-bagi Kathalina, sih. But in my mind, that’s pretty romantic stuff. Jarang-jarang, kan, disapa cowok ganteng saat nangis, dihibur trus ditraktir pula. Hehehe.
            Sejak insiden itu, mereka kemudian bersahabat. Daniele membantu Kathalina mencari pekerjaan sambilan. Kathalina mendapatkan beberapa pekerjaannya, sih. Celakanya, dia tidak cukup kuat mempertahankannya. Intrik di dalam cerita ini seperti cerita drama. Ajaib, sebab gaya bercerita penulis nyatanya tidak membuat saya bosan, justru semakin hanyut akan rasa penasaran kelanjutan hidup Kathalina.
            Karena lelaki itu, Kathalina akhirnya sampai pada kontes busana. Adegan ini paling mendebarkan sekaligus yang paling saya suka. Saya suka semangat Kathalina, pun pada rancangan akhir busananya. Pokoknya, kalau busana yang dirancang Kathalina memang ada di dunia nyata, dan harganya tidak mahal-mahal amat, mungkin saya bisa berpikir untuk memilikinya. :D
            Kembali pada kontes busana tersebut. Banyak sekali peserta yang ikut, bahkan sahabat Kathalina pun turut serta. Andreana. Ah, Andreana, sih, tidak pantas disebut sahabat. Dia diri dalam daging. Musuh dalam selimut. Di sisi lain, saya juga terpukul sama apa yang menimpa Andreana di akhir cerita. Agak konyol, karena saya justru suka dengan karakter Andreana, meski dia super menyebalkan jadi cewek.
            Sebenarnya, saya bisa menebak bagaimana akhir dari kontes tersebut. Sayang, saya tidak bisa menebak jika berakhirnya kontes tersebut, maka berakhir pula kebersamaan Kathalina dan Daniele. Cowok itu terkena tusukan pisau di perut. Sementara Kathalina meninggalkan Milan.
            Kisah menarik dengan bumbu percintaan romantis. Membaca novel ini seolah memberikan suntikan semangat serta nasihat bijak akan mimpi yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Mimpi akan menjadi nyata ketika kita meraihnya dengan sungguh-sungguh, dan berbuah manis ketika kita menyingkirkan penghalang.