Sabtu, 12 Maret 2016

The Bartimaeus Trilogy: The Amulet of Samarkand




The Amulet Samarkand
Penulis: Jonathan Stroud
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Mei, 2007
BLURB
Nathaniel, si penyihir muda, diam-diam memanggil jin berusia 5.000 tahun bernama Bartimaeus. Tugas untuk Bartimaeus tidak gampang-ia harus mencuri Amulet Samarkand yang berkekuatan dahsyat dari Simon Loveleace, master penyihir yang kejam dan ambisius.
Bartimaeus dan Nathaniel pun terlibat dalam intrik sihir yang penuh darah, pemberontakan, dan pembunuhan.
REVIEW
            Buku ini saya miliki tanpa niat membacanya. Sekadar mengoleksi, sebenarnya. Don’t judge the book by it’s cover menjadi motto saya, tapi pas novel ini ada di tangan, melihat kovernya yang tidak indah-indah amat mengurungkan niat saya seluruhnya. Maka, novel ini untuk beberapa lama berdiri manis di rak buku, hingga suatu hari saking bosannya, saya mencomot buku ini.
            Nathaniel adalah gadis penyihir belia. Setidakn
ya, nama di blurb novel memberikan simpulan yang salah. Nyatanya, Nathaniel adalalah lelaki penyihir yang egois dan keras kepala. Sosok penyihir yang jauh dari kata cute dan menggemaskan. Ya, semisal dibandingkan sama sosok Harry Potter, sih, saya tentu pilih Harry. Namun, ciri khas Nathaniel ini yang menjadikannya berbeda dari penyihir-penyihir lain.
            Di dalam cerita, disajikan dua POV yang berbeda. Awalnya, saya agak kebingung, ‘ini kok sudut pandangnya agak aneh?’ lantas, saya ngeh pada akhirnya. Saya bisa mengikuti plot cerita tanpa tersendat-sendat lagi.
            Memang, apa yang dialami Nath di usia kanak-kanaknya menyebalkan. Mendapati master-Mr. Underwood- yang cenderung mengabaikan kemampuannya, belum lagi rasa haus akan ilmu sihir tidak didukung penuh. Itu belum sebanding dengan perlakuan Mr. Underwood yang seolah mengucilkan dirinya pada rekan-rekan penyihir. Hingga suatu hari, Nath ‘di-bully’ di depan masternya sendiri oleh seorang penyihir jahat, Simon Loveleace. Didasari dendam masa lalu, Nath nekat memanggil salah satu jin, Bartimaeus.
            Nath bukanlah bocah penyihir yang menyenangkan, pun dengan jinnya, Barti. Jin itu sama sekali tidak suka diperbudak oleh seorang bocah ingusan. Namun, dia terikat dengan mantra Nath. Nah, bertemunya Nath dan Barti menjadikan petualangan mereka amat seru. Nath yang hanya suka memerintah, sementara Barti amat suka mengejek. Dibanding Nath, saya suka dengan si Barti ini. Jin yang konyol dan tidak membosankan seperti Nath.
            Jika di novel-novel sebelumnya, footnote berfungsi menjelaskan sesuatu, maka di novel ini amat beda. Stroud menyediakan tempat khusus bagi Barti untuk curhat sesukanya, menjadikan cerita fantasi ini menyenangkan.
            Barti diperintahkan mencuri amulet Samarkand milik Loveleace. Tindakan gila bagi Barti, tapi tidak untuk Nath. Tujuannya iseng, sebagai wujud balas dendamnya dulu. Namun, apa yang terjadi setelahnya, mengubah hidup Nath. Orang terdekatnya, Mr. Underwood dan Mrs. Underwood, terbunuh dengan kejam karena ulahnya.
            Nath dan Barti tidak punya pilihan selain melarikan diri dari kejaran budak-budak Loveleace. Nah, di sini saya amat menyesal kenapa tidak sedari dulu mencicipi novel ini. Petualangan akhirnya dimulai bersama Barti. Duh, saya tidak berhenti merasakan tegang setiap membuka lembarannya.
            Hingga akhirnya, Nath tahu, dengan kekuatan Amulet Samarkand yang dahsyat, Loveleace ternyata berkeinginan melakukan makar. Mengambil alih kekuasaan Perdana Menteri.
            Saya masih ingat sensasi seperti apa saat membaca Harry Potter. Dan saya kembali merasakan sensasi tersebut saat membaca novel apik Stroud ini. Puncak dari segala ketegangan saya ketika Loveleace berhasil memanggil jin yang amat kuat kekuatannya, Ramuthra.
            Sayang, saya jauh ketinggalan membaca novel ini, hingga memburu novel keduanya penuh perjuanangan. Meski di bab awal terasa membosankan sekaligus membingungkan, finally saya bisa menghabiskan cerita novel ini dengan memuaskan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar