Minggu, 28 Februari 2016

Cooklass (orkestra sakit hati




Penulis: Hardy Zhu
Penerbit: PING!!!
Cetakan Pertama, Juni 2013
216 Halaman

BLURB

Di usia yang masih sangat muda, Delia sudah merasakan yang namanya sakit hati. Tepat pada saat dirinya masih duduk di bangku SMP, kedua orangtua-nya  bercerai dan kakaknya, Reno, pergi dari rumah. Ia memutuskan untuk tinggal bersama kakeknya karena orangtuanya lepas tangan begitu saja.
Di bangku SMA, meski merasakan kesepian yang teramat dalam, toh ia tetap menjadi siswa yang menonjol, terlebih dalam ekskul memasak atau cooklas. Keahliannya membuat kue-kue dessert mengantarkannya menuju sebuah kompetisi memasak bergengsi. Ia pun selalu mendapat dukungan tiga sahabatnya yang berdarah blasteran, salah satunya Jason.
Tapi tanpa sepengetahuan Delia, seseorang yang selalu memusuhinya berupaya menghentikan langkahnya menjadi seorang juara.
REVIEW

            Apa komentar saya tentang novel ini? Terlalu drama, mungkin?
            Delia ditinggalkan kedua orangtuanya begitu saja setelah cerai. Kakaknya yang tidak betah dengan kondisi orangtua-nya yang egois, memilih kabur. Saya tidak akan menanggapi kalau apa yang dihadapi Delia terlalu sinetron, toh di kejadian nyatanya pun, beberapa kasus nyaris seperti yang dialami Delia benar-benar terjadi.
            Konflik utamanya berupa persaingan yang tidak jujur ala sinetron. Kecurangan serta perlakuan tidak adil Delia hadapi berkali-kali. Bukannya respek dan ikut bersedih, saya justru bosan. Dan ketika memaksakan diri untuk tetap ikut dalam kisah Delia, I give up for this story. Saya menutupnya. Saya kembali melanjutkan setelah jeda berhari-hari.
            Oke, apa-apa yang dialami Delia di sekitarnya, misal: geng-geng di kelas, persaingan, gosip-gosip yang dilakukan remaja dengan temannya, memang nyata. Saya sendiri pernah mengalami apa yang dialami Delia, dicuekin teman dan terpaksa pura-pura cuek pula dan malah sibuk ke hal lain. Saya hanya menyayangkan kasus yang terjadi antara Delia dan Sandra. Kisah mereka itu seharusnya menjadi daya tarik utama dalam novel ini, tetapi saya malah tidak menikmatinya. Please for apolizing me. Ini yang benar-benar saya rasakan tatkala membacanya.
            Juga saat Sandra akhirnya bergabung dengan cooklas Delia. Apa ini tidak maksa ya. Well, secara anggota cooklas telah bergabung sejak dulu. Katakanlah sudah agak mumpuni. Sementara Sandra? Hanya modal tekat saja, masa segitu mudahnya dibiarkan bergabung dalam orgnisasi memasak itu, meski diutarakan dengan alasan Sandra selama seminggu meyakinkan pengurus cooklas kalau  dia layak ada di organisasi tersebut.
            Bagi saya, novel yang bagus itu bagaimana penulis membuat pembaca menentukan sendiri tokoh yang disukainya, dengan kelebihan dan kekurangan para tokoh tersebut. Tapi sekali lagi, saya menjawab tidak. Tak satu pun tokoh yang membuat saya jatuh dengan karakternya.
            Beberapa kelebihannya dari novel ini hanya endingnya yang tidak dipaksa klise, pun kehidupan remaja bisa kita temukan di kehidupan nyata yang dituang penulis di novel ini.

SLEEPOVER



SLEEPOVER
Penulis:  Nathalia Theodora
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun Terbit: 2015
173 Halaman

BLURB
Hanna yang baru pulang les bersama pacarnya, Edward, dihadang oleh preman, dan sebagai akibatnya Edward ditusuk hingga meninggal.
Dua tahun kemudian, Hanna mengadakan acara menginap bersama dengan ketiga temannya---Erin, Jill, dan Sharon.
Acara menginap mereka yang awalnya seru mendadak berubah menjadi mimpi buruk, ketika listrik padam dan seorang penyusup meneror mereka. Selama semalaman mereka berusaha melarikan diri dari penyusup itu, sampai kemudian satu demi satu teman-teman Hanna menghilang.
REVIEW
            Dimulai dari kover, kemudian sinopsis yang seru. Berlanjut pada nama pengarang. Satu paket yang menjadikan novel ini masuk dalam perburuan saya. Tentang pengarangnya, bukan karena saya mengenalnya. Nama ini baru bagi saya. Celakanya, saya kira novel ini terjemahan karena nama pengarangnya. Saat membuka bukunya, ternyata penulis novel ini adalah asli Indonesia. Oh, tidak berarti saya kecewa. Jujur, saya jarang membaca novel misteri dari penulis lokal.
            Jill, Erin, dan Sharon adalah sahabat Hanna. Suatu hari, mereka memutuskan akan menginap bersama. Hal lumrah yang biasa dilakukan cewek pada umumnya ya, kan? Hanna bisa membayangkan keseruan yang akan terjadi saat mereka berkumpul malamnya.
            Harusnya, ini cerita misteri yang amat mendebarkan kalau lagi-lagi tangan saya tidak usil mengintip beberapa halaman menuju ending. Ada sebuah pengungkapan yang menjadi rantai dari misteri. Seperti novel lainnya, saya meninggalkan novel ini dulu. Hingga saya akhirnya menarik dari tumpukannya.
            Keseruan cerita ini langsung terasa di awal sejak mereka memulai acara menginap bersama. Sesi saling curhat, makan-makan, dan tur keliling dari pemilik rumah. Semuanya dilakukan dengan candaan hingga firasat aneh yang dirasakan Hanna saat memulai bermain petak umpet. Ada sesosok bayangan di luar rumah. Dan jejak kaki di lantai bawah. Namun, semua sirna karena Hanna tidak mengacuhkannya. Puncaknya, saat listrik mendadak padam. Seorang teman berniat mengecek di lantai bawah, sisanya menunggu di dalam kamar. Akan tetapi, setelah bermenit-menit, tidak ada tanda-tanda Sharon kembali. Hanna, Jill, dan Erin mulai khawatir. Mereka kompak memeriksa ke lantai bawah. Sharon tidak ditemukan, sebagai gantinya, seorang di antara mereka menjerit histeris. Ada tetesan darah di lantai. Di saat mereka panik, mereka kembali ke kamar. Ada beragam spekulasi yang bermunculan salah satunya mungkin teror dari lelaki yang pernah menghantui masa lalu Sharon.
            Membaca novel ini, saya ingat perasaan mencekam ketika menonton film-film horor. Sungguh mendebarkannya. Apalagi, ketika Jill akhirnya ikut menghilang. Tersisa Hanna dan Erin. Tanpa ponsel mereka yang juga hilang, mereka tidak bisa menghubungi siapapun.
            Meski ada sosok yang mungkin jadi pelakunya, saya tetap menebak-nebak siapa gerangan pelakunya. Biasanya, sih, dari tayangan di tivi-tivi, pelakunya pasti salah seorang di antara mereka yang terlibat acara menginap itu. Dan puncaknya, hanya Hanna yang tersisa. Erin yang kakinya tergelincir di tangga, pun ikut menghilang. Saat Hanna berusaha keras menghadapi teror itu, dia akhirnya mengetahui fakta. Apa yang terjadi malam ini memiliki kaitan erat dengan masa lalunya, ketika Edward mati terbunuh, salah seorang yang mencintainya memendam dendam untuk Hanna. Dan, malam itulah saatnya.
            Petualangan dalam semalam di sebuah rumah yang listriknya padam. Penulis mampu membuat pembaca merasakan teror yang dialami tokoh-tokohnya. Kecuali, mungkin adegan mati lampunya, masih kurang greget menurut saya. Di dalam kepala saya, mereka saling kejar-kejaran dengan lampu menyala. Mungkin, saya gagal mengimajinasikan kali ya. Lol :D
Ya, saat itu, kan, mati lampu. Entah di kepala saya, kok, aksi teror saat mati lampunya belum sepenuhnya wah.
            Beruntung, tokoh utamanya selamat. Tapi, kok endingnya agak gantung ya. Semoga masih ada kelanjutan Hannah deh. Di akhirnya, seorang yang membantu tidak merasa bersalah sedikitpun, malah menampakkan keyakinan akan dendam yang belum terbayarkan.
            Satu jempol deh but penulis ini. Karena novelnya, saya berniat memburu novel lainnya. Semisal Bad Boys, kayanya juga seru tuh.
***